Kamis, 12 September 2024
Djogja Info

Berkunjung ke Wisata Edukasi di Yogyakarta, Museum Dewantara Kirti Griya

wawancara dengan pengelola museum. (Humas UNY)
wawancara dengan pengelola museum. (Humas UNY)
wawancara dengan pengelola museum. (Humas UNY)
wawancara dengan pengelola museum. (Humas UNY)

Djogjainfo – Pariwisata menjadi salah satu pendukung pergerakan perekonomian di DIY. Kegiatan ini mendorong pengembangan sektor ekonomi lain dan berkontribusi dalam peningkatan lapangan kerja.

Kegiatan pariwisata selain menjual komoditas obyek wisata atau kuliner juga wisata edukasi menjadi daya tarik tersendiri karena predikatnya sebagai kota pelajar.

Maka tidak jarang hal ini menjadi rujukan setiap instansi pendidikan atau pelajar untuk mengunjunginya.

Walaupun begitu, segmen didalam wisata edukasi tidak hanya terbatas bagi pelajar saja tetapi siapa saja yang ingin menambah pengalaman baru dalam suasana belajar di luar kelas.

Untuk hal tersebut diperlukan metode bernama Triple Helix yang merupakan sinergi tiga kutub yaitu akademisi, bisnis, dan pemerintah.

Triple Helix menjadi penting di dalam situasi pandemi kali ini, situasi yang memaksa pembaruan inovasi dan adaptasi perlu untuk terus dikembangkan demi menciptakan keunggulan dalam persaingan serta mampu menumbuhkan kembali gelora ekonomi yang lesu.

Hal ini dikarenakan triple helix merupakan penggerak lahirnya kreativitas, ide, dan ketrampilan. Inilah yang menjadi fokus penelitian mahasiswa UNY yaitu Ilham Alif Fianto dan Diah Nadiatul Jannah prodi pendidikan IPS serta Aditia Pramudia Sunandar prodi pendidikan biologi.

Mereka meneliti implementasi Triple Helix dalam mendorong pertumbuhan industri kreatif melalui wisata edukasi di Museum Kirti Griya.

Menurut Ilham Alif Fianto wisata edukasi di DIY cukup banyak seperti Taman Pintar, Nutfah Plasma Pisang dan museum.

“Kota Yogyakarta sendiri mempunyai 17 buah museum yang menawarkan daya tarik wisata edukasi yang berbeda antar satu museum dengan lainnya” katanya.

Berdasarkan potensi ini maka tidak heran perlu untuk dilakukan sebuah pengelolaan melalui industri kreatif yang berdaya saing untuk menciptakan pembaruan dan juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Sementara itu peran dari aktor akademik bisa dikatakan menjadi peran kunci dalam pengembangan triple helix ini sebagai transfer inovasi dan riset tepat guna melalui lembaga pendidikan atau perguruan tinggi.

Tidak hanya tingkat lembaga pendidikan, aktor akademik juga mencakup cendekiawan seperti budayawan, seniman, para pendidik, para pelopor di paguyuban.

Kemudian padepokan, sanggar budaya dan seni, individu atau kelompok studi dan peneliti, penulis, dan tokoh lainnya di bidang seni, budaya dan ilmu pengetahuan yang berperan dalam menerapkan ilmu serta mampu menularkannya.

Diah Nadiatul Jannah menambahkan mereka melakukan penelitian di Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta karena memiliki sisi edukatif dari aspek historisnya sebagai wadah pendidikan Tamansiswa yang menginspirasi beberapa lembaga yang berdiri sampai saat ini, dari lembaga akademis sampai bisnis di dalamnya.

Museum ini menyimpan barang dan dokumentasi peninggalan Ki Hadjar Dewantara beserta keluarganya selama hidup dan tercatat sebagai situs cagar budaya nasional.

“Bangunan museum ini dibangun pada tahun 1915 dengan corak arsitektur perpaduan antara bangsa Eropa dan Jawa dan dahulu merupakan bekas rumah dari Ki Hadjar Dewantara” kata Diah.

Aditia Pramudia Sunandar memaparkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa setiap aktor triple helix memiliki peranan yang berbeda-beda dalam mengembangkan Museum Dewantara Kirti Griya.

Aktor akademisi yakni Komunitas Cakra Dewantara berperan dalam mengembangkan inovasi dan katalisator program museum serta riset.

Aktor pemerintah yakni Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) berperan dalam menjaga nilai-nilai Ki Hadjar Dewantara melalui penelitian dan rekomendasi kebijakan serta dapat dikembangkan perihal pendanaan.

“Aktor industri yakni pengelola museum berperan dalam mempromosikan, merawat, dan mengakomodir segala kegiatan yang diadakan atas nama Museum Dewantara Kirti Griya” ujarnya.

Sementara itu program yang dilakukan oleh aktor triple helix di Museum Dewantara Kirti Griya sebagai wisata edukasi meliputi webinar, museum tour, podcast dan sebagainya oleh aktor akademisi.

Kegiatan acara seremonial, penelitian dan promosi oleh aktor pemerintah yang dapat dikembangkan dalam kerjasama lembaga.

Kemudian kegiatan promosi, perawatan dan inventarisasi peninggalan Ki Hadjar Dewantara oleh aktor industri yang dapat dikembangkan dalam peningkatan sumber daya manusia.

Di sisi lain pengaruh yang diberikan terhadap Museum Dewantara Kirti Griya yakni aktor akademisi memberikan pengaruh inovasi berupa digitalisasi kegiatan yang membuat museum tetap dikenal selama Pandemi Covid-19.

Aktor pemerintah memberikan pengaruh hasil riset yang digunakan luas oleh guru-guru di Indonesia dan aktor industri memberikan keterbukaan dan fasilitasi perizinan berkaitan dengan kegiatan komunitas dan anak muda di Museum Dewantara Kirti Griya.Penelitian ini meraih dana dari Bappeda melalui program Anugerah Inovasi dan Penelitian Bappeda Yogyakarta. (*)

Leave a Reply