Djogjainfo – Disgrafia merupakan salah satu kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi tulisan.
Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk mendiskripsikan tulisan tangan yang sangat buruk. Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat pelan, hasil tulisan mereka bisa jadi sangat tak terbaca, dan mereka mungkin melakukan banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk memadukan bunyi dan huruf.
Disgrafia biasanya terjadi saat anak pertama kali berinteraksi dengan huruf, yaitu ketika anak berumur sekitar 6 tahun atau dapat dikatakan ketika anak duduk di bangku sekolah dasar.
Sehingga, sekolah dasar sudah seharusnya memegang peranan dan tanggung jawab dalam membantu anak disgrafia yang tidak sama dengan anak berkebutuhan khusus.
Dari keprihatinan inilah mahasiswa program studi teknologi informasi Fakultas Teknik UNY merancang aplikasi inovasi edukasi digital yang dapat membantu anak disgrafia supaya dapat menulis.
Aplikasi tersebut diberi nama Edugraph (Education for Dysgraphia) yang digagas oleh Alim Tegar Wicaksono, Ikhwan Inzaghi Siswanto dan Maria Bernadetha Charlotta Wonda Tiala.
Menurut Alim Tegar Wicaksono kesulitan belajar disgrafia ini jika dibiarkan akan mempengaruhi proses edukasi.
“Padahal edukasi merupakan hal yang sangat penting karena merupakan fondasi yang akan membentuk dan mengembangkan tiap-tiap individu” katanya.
Terutama pada aspek-aspek knowledge, skills, values, morals, beliefs dan habits sehingga akan mempengaruhi perkembangan masa depan individu tersebut.
Anak disgrafia ini membutuhkan metode khusus seperti Remidi yaitu merupakan proses usaha atau perbaikan, Tutor yang merupakan proses pengajaran pada bidang yang terhambat, Kompensasi yaitu pemberian bantuan jika terdapat kesulitan.
Kemudian Kemampuan dasar menulis seperti bagaimana cara mengepalkan tangan, menggerakkan pergelangan, siku, dan lain sebagainya serta Strategi tertentu yang perlu dirumuskan untuk dapat memenuhi kebutuhan anak disgrafia.
Ikhwan Inzaghi Siswanto menambahkan dalam Edugraph siswa diajak menonton video senam motorik, kemudian melihat tabel dan animasi penulisan sekaligus mendengarkan pengucapan huruf angka dan simbol, kemudian siswa diminta menulis huruf angka dan simbol dengan kanvas, alat tulis dan kamera. Setelah selesai siswa dapat melihat peringkatnya.
Maria Bernadetha Charlotta Wonda Tiala menjelaskan, Edugraph menggunakan OCR yaitu Optical Character Recognition, sebuah jenis software dengan fungsi untuk “membaca” atau mengekstrak teks dari hasil scan dokumen ketik atau tulisan tangan tanpa perlu mengetik atau memasukkan teks secara manual.
“Sedangkan materi pembelajaran utamanya meliputi tes menulis serta gamifikasi sebagai metode instruksional menghibur yang memungkinkan untuk melakukan pengulangan di lingkungan yang menyenangkan bagi siswa” katanya.
Kebutuhan anak disgrafia akan program untuk menulis (handwriting program) diwujudkan dengan fitur tes menulis yang berisi soal-soal yang menguji anak untuk menulis berbagai komponen tulisan yang sebelumnya dipelajari pada tabel huruf, angka dan simbol.
Jawaban dari soal-soal tadi kemudian dievaluasi menggunakan teknologi OCR sehingga evaluasi terjadi secara otomatis dan cepat.
Karya ini berhasil meraih Juara 2 Divisi Materi Digital Pendidikan pada Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) 2021 yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia. (rls)